LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus yang disebut juga leiomioma uteri atau uterine fibroid. Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus uteri. Yang ada pada serviks uteri hanya di temukan dalam 3 % sedangkan pada korpus uteri 97 %. Mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri terjadi sebelum menarche (prawirohardjo, sarwono 1994 ; 281 ).
B. Epidemiologi
- Diperkirakan bahwa antara 20 % sampai dengan 25 % mioma uteri terjadi pada wanita berumur diatas 35 tahun.
- Mioma uteri jarang terjadi pada wanita sebelum masa menarche
- Mioma uteri juga jarang terjadi pada wanita sebelum masa menopause.
- Mioma uteri sering terjadi pada masa reproduksi
- Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 – 11,7 % pada semua penderita ginekologi.
C. Etiologi
Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil penelitian Meyer dan Lipschultz, yang mengutarakan bahwa terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel imatur pada “Cell nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen. (Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 282 ).
D. Patofisiologi/pathways
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum.
E. Jenis Mioma Uteri
Berdasarkan posisi mioma terhadap lapisan-lapisan uterus dapat di bagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Mioma Submukosum
Mioma ini berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai dan menjadi polip, kemudian dapat dilahirkan melalui saluran serviks ( Myoma geburt).
2. Mioma Intramural
Yaitu mioma yang berada di dinding uterus di antara serabut miometrium
3. Mioma Subserosum
Mioma jenis ini tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus dan diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari urerussehingga sering disebut sebagai mioma wondering/ Parasitic Fibroid.
Jarang sekali ditemukan hanya satu macam mioma saja dalam uterus. Mioma yang tumbuh pada serveks uteri dapat menonjol ke dalam saluran serviks sehingga ostium uteri nampak berbentuk bulan sabit.
F. Gejala dan tanda
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekolog karena tumor ini tidak menganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus, subserosa), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia atau dapat terjadi metroragi. Faktor yang menyebabkan terjadi perdarahan . antara lain :
• Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasanya
• Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma emdometrium
• Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
• Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya.
2. Rasa Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas pada mioma walaupun sering terjadi. Rasa nyeri dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis jaringan setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang akan dilahirkan biasanya menimbulkan dismenore karena penyempitan kanalis servikalis akibat mioma.
3. Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri. Penekanan pada uretra daoat menyebabkan retensio urine dan pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Penekanan pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia. Dan penekanan pada pembuluh darah dan pembuluh limfe mengakibatkan edema tungkai dan nyeri panggul.
G. Pemeriksaan dan Diagnosis
1. Anamnesa tentang riwayat penyakit
2. Palpasi abdomen. Didapatkan benjolan di daerah perut bagian perut bagian bawah dengan konsistensi padat, kenyal dan berbatas jelas.
3. Pemeriksaan bimanual , didapatkan benjolan menyatu dengan rahim, sulit dilakukan untuk pasien yang gemuk
4. Test kehamilan, untuk memastikan diagnosa akan kemungkinan kehamilan dengan adanya pembesaran uterus.
5. Pemeriksaan USG, untuk menentukan jenis, lokasi dan penyebaran mioma uteri
6. Biopsi endometrium, untuk mendeteksi ada tidaknya keganasan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. USG abdominal dan transvaginal
2. Laparaskopi
I. Penatalaksanaan
Rawat inap darurat diindikasikan apabila perdarahan mengancam jiwa atau nyeri akut abdomen. Adapun perencanaan tata laksana yang spesifik harus meliputi berbagai pertimbangan diantaranya :
1. Besar kecilnya tumor
2. Ada tidaknya keluhan dan komplikasi
3. Umur dan paritas klien.
II.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah :
• Lokasi nyeri
• Intensitas nyeri
• Waktu dan durasi
• Kwalitas nyeri.
2. Riwayat Reproduksi
• Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
• Hamil dan Persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar.
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.
3. Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan. Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
4. Status Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun. Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.
5. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
6. Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
7. Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan peradangan.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil:
- Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)
- Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
- Tanda vital dalam batas normal :
Suhu : 36-37 0C
N : 80-100 x/m
RR : 16-24x/m
TD : Sistole : 100-130 mmHg
Diastole: 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan.
- Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.
- Monitor tanda-tanda vital
- Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri misalnya dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
- Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
- Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
- Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien mengatakan rasa cemas berkurang
- Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.
- Klien mengerti tentang penyakitnya.
- Klien tampak rileks.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.
- Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah mengalami penyakit yang sama.
- Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya
- Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk mendiskusikan perasaannya.
- Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara jelas dan akurat.
- Monitor tanda-tanda vital.
- Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
- Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.
- Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.
Kriteria Hasil :
- Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan cairan seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam.
- Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 –100 x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
- Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.
- Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.
- Observasi pendarahan
- Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari
- Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan haemoglobin (anemia).
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor, tumor dan fungsiolesia.
- Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
- Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C
Intervensi :
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.
- Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.
- Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.
- Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
- Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.
- Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
Wiknjosastro, Hanifa dkk. 1999. Ilmu Kandungan, Edisi II, Cetakan 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Doengoes, Marillyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Carpenitto, Linda Jual. 2000. Asuhan Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar